Tujuan dari sistem Weda adalah untuk mengangkat seseorang dari keadaan bodoh ke keadaan kebaikan yang murni. Kebodohan adalah lawan dari kebaikan. Di dalam kebodohan, dipengaruhi oleh nafsu, kebencian dan keserakahan, seseorang menjadi dikhayalkan. Seorang manusia yang dikhayalkan tidak dapat mengerti apa adalah apa. Bukannya maju di dalam membuka rahasia kerohanian, seseorang menjadi semakin merosot. Di dalam kebodohan, seseorang tidak memiliki kebijaksanaan yang sempurna, juga tidak tahu apa itu kenikmatan yang sebenarnya. Dibingungkan oleh nafsu, seseorang berusaha keras untuk kesenangan yang menghasilkan penderitaan. Hanya di dalam kebaikan seseorang mampu untuk melihat sesuatu sebagaimana mestinya untuk keuntungan sejati seseorang.
Ada lima tingkatan kesadaran yang berbeda: yaitu
1. Avrta Cetana : Tertutup
2. Sankucita Cetana : Mengkerut
3. Mukulita Cetana : Kuncup
4. Vikacita Cetana : Mekar
5. Purna Vikacita Cetana : Mekar Sepenuhnya
Pada jalan kerohanian yang sejati, lima tingkatan penutup yang berbeda ini bertindak seperti tudung yang semakin terbuka, pada akhirnya membuka kesadaran sejati seseorang. Sebagai contoh, di pagi hari, terkadang disebabkan oleh kabut, langit tidak terlihat. Tetapi begitu matahari terbit di kaki langit, kabut, yang tidak memiliki keberadaan yang permanen, menghilang. Hal itu menjadi terwujud untuk beberapa waktu, dan kemudian hilang. Tetapi langit dan matahari selalu ada. Begitu juga, kesadaran dari sang roh terkadang dikaburkan oleh penutup-penutup yang berbeda tetapi tidak dapat dihancurkan. “Seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu juga, makhluk hidup ditutupi oleh berbagai tingkat keinginan material [Bg. 3.38]”.
Kesadaran meliputi seluruh badan. seperti halnya matahari, meskipun berada di satu tempat, memenuhi seluruh alam semesta dengan sinar, begitu juga sang roh memenuhi seluruh badan dengan kesadaran. Seperti halnya harum dari bunga melintas ke sebuah tempat yang jauh dari sumbernya, begitu juga kesadaran yang berasal dari sang roh menyebar ke seluruh badan, dan tidak pernah terpisah dari sumbernya, sang roh. “Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorangpun dapat menghancurkan sang roh yang tidak dapat dimusnahkan itu [Bg.2.17]”. Semua orang sadar akan rasa sakit dan kenikmatan dari badannya. Hal ini disebabkan karena kehadiran sang roh. Rasa sakit dan kenikmatan dari badan seseorang tidak diketahui oleh orang lain. Untuk itu, di dalam setiap masing-masing badan adalah roh individu yang berbeda.
Kesadaran mungkin tercermin oleh keadaan penutup material. Seperti halnya sinar putih yang tercermin melalui kaca berwarna mungkin akan nampak menjadi merah, biru, atau kuning. Begitu kaca berwarna ini diambil sinar putih tidak lagi berubah. Begitu juga, kegiatan material menutup kesadaran asli seseorang dan kegiatan rohani membangkitkan kembali kesadaran asli seseorang. Seperti halnya menggali sebuah sumur, air dibawa ke luar tetapi tidak diciptakan, jadi dengan kegiatan rohani sifat alami dari sang roh menjadi dibangunkan. Kotoran yang menyelubungi sebuah permata menghalanginya dari penghargaan di dalam kemuliaannya yang penuh. Dengan mencuci kotoran yang menutupi sebuah permata, akan membuka keindahannya yang sejati. Jadi, dengan menghilangkan kotoran kesadaran materialistis, kualitas murni sang roh ditunjukan. Keindahan sang roh tidaklah dibuat-buat, tetapi hanya dibangkitkan kembali.
Air adalah jernih, tetapi jika bahan kimia beracun ditambahkan, kualitas murninya menjadi rusak. Tidak ada keuntungan yang diperoleh dari meminum air seperti itu. Demikian juga, jika kesadaran seseorang tertutupi, seseorang tidak dapat memperoleh kepuasan sejati dalam kegiatannya maupun ketenangan pikiran. Pencerahan penuh dari sang roh dimungkinkan ketika Tuhan menghapus segel hati dan telinga serta penutup mata ini. Evolusi ke arah kesempurnaan dimulai ketika ada sebuah peralihan dari identifikasi pada material menjadi spiritual. Kesadaran yang tertutup dianggap material dimana seseorang melihat dirinya terpisah dari Tuhan. Dalam kesadaran yang berkembang, hubungan rohani seseorang dengan Tuhan dialami.
Berdasarkan kesusastraan Weda, jika seseorang mengikuti ajarannya, perkembangan seseorang melewati lima tingkat kesadaran yang berbeda: yaitu tertutup, mengkerut, kuncup, mekar, dan kesadaran yang mekar sepenuhnya. Ini disebut evolusi kesadaran. Di dalam tingkat pertama disebut kesadaran tertutup seseorang sadar makanan. Seorang anak atau seekor binatang puas hanya dengan mendapatkan makanan yang enak. Perhatian seseorang hanya pada makan dan tidur saja. Berdasarkan pada sistem Weda, seseorang yang hanya sibuk dalam merencanakan sebuah standar tinggi kehidupan materialistis yang terdiri dari makan dan berketurunan, tidak lebih baik dari binatang. “Binatang dan manusia keduanya berbagi kegiatan makan, tidur, berketurunan dan membela diri. Tetapi sifat khusus dari manusia adalah bahwa mereka mampu untuk menyibukan diri di dalam kehidupan rohani. Oleh karena itu tanpa kehidupan rohani, manusia ada pada tingkatan binatang [Hitopadesh].”
Di dalam tingkat kedua, yaitu kesadaran yang mengkerut, seseorang sadar bahwa dirinya ada. Pada tingkat pertama seseorang hanya sadar makanan. Di sini kesadaran seseorang lebih tinggi. Seseorang sadar akan badannya dan dia berkeinginan untuk melindunginya dari setiap bahaya yang mungkin ada. Jika seseorang dapat melanjutkan hidupnya tanpa menjadi binasa seseorang berpikir dirinya bahagia. Dalam konsep hidup badaniah, seseorang mengerti kehidupan dimaksudkan untuk kenikmatan indria-indria. Menyamakan diri dengan badan dan bertindak pada tataran badaniah adalah sebab dari penderitaan hidup. Seseorang hanya menginginkan untuk kenikmatan indria-indrianya dan semua kegiatannya terpusat pada tujuan ini. Pada tingkat kesadaran ini seseorang tidak dapat mentoleransi setiap ketidaknyamanan badaniah. Untuk memuaskan indria-indrianya dan mencapai kenyamanan material seseorang akan bekerja seperti binatang pembawa beban. Orang-orang seperti itu tidak ingin mengangkat jarinya untuk pelayanan kepada Tuhan.
Di dalam kesadaran yang mengkerut seseorang tidak ingin menyibukan pendapatan dan tenaga mereka untuk Tuhan. Seseorang hanya ingin menikmati hasil dari pekerjaan mereka untuk kepuasan indria-indria mereka sendiri. Orang-orang seperti itu disebut pekerja yang mengharapkan hasil. Di dalam Weda, Arjuna, awalnya, menolak untuk melaksanakan tugasnya. “Wahai pemelihara semua makhluk hidup, jangankan untuk bumi ini, untuk imbalan seluruh tiga dunia inipun saya tidak bersedia bertempur melawan mereka [Bg. 1.35]”.
Pada tingkat ketiga, kesadaran kuncup, seseorang menginsafi bahwa sejumlah besar harta material tidak dapat memberikan kebahagiaan yang sejati. Kesibukan yang berlebihan dari kenikmatan indria-indria, muncul rasa frustasi. Pada saat ini seseorang tidak lagi berhasrat untuk bekerja seperti binatang untuk mengumpulkan harta benda. Dia menjadi ingin tahu untuk mengerti penyebab dari penderitaan ini. Ketika seseorang maju dari tataran badaniah, seseorang mencapai tataran mental. Seseorang memiliki sebuah pendekatan filosofis tentang nilai-nilai kehidupan. Pada saat itu pikiran menjadi pusat dari kegiatan indria-indria. Seseorang menyamakan pikiran dengan dirinya.
Dari titik ini seseorang mencapai sebuah tataran yang lebih tinggi dari pertanyaan rohani. Proses seperti itu dikenal sebagai filosofi mencari kebenaran. “Semua kesibukan dalam tugas kewajiban pasti dimaksudkan untuk pembebasan tertinggi. Semua kesibukan itu hendaknya dilakukan bukan untuk mendapatkan keuntungan material. Lebih jauh lagi, menurut para resi, orang yang tekun dalam pelayanan tertinggi hendaknya tidak menggunakan keuntungan material untuk mengembangkan kesenangan indria.Keinginan-keinginan dalam hidup ini hendaknya tidak diarahkan pada kesenangan indria. Sebaiknya orang hanya menginginkan kehidupan yang sehat, atau perlindungan diri, sebab manusia dimaksudkan untuk bertanya tentang Kebenaran Mutlak. Semestinya tidak ada hal lain yang menjadi tujuan kegiatan mereka [SB 1.2.9-10]”.
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk bertanya mengenai sifat kehidupan : “Kenapa saya di sini? Siapa Saya? Dari mana Saya berasal? Kemana Saya akan pergi?” Itu menjadi hal yang paling penting di dalam kehidupannya. Semua hal lainnya menjadi sekunder. Mereka yang mulai bertanya kenapa mereka menderita, darimana mereka berasal dan kemana mereka harus pergi setelah kematian berada di luar tataran binatang. Inilah awal dari kehidupan manusia22. Pada saat itu kemajuan seseorang dari tataran badaniah menuju tataran mental yang dicirikan dengan sebuah pencarian filosofis untuk mengerti sifat yang sejati dari keberadaan seseorang. Alih-alih menjadi seorang pekerja yang mengharapkan hasil, yang hanya ingin menikmati hasil dari pekerjaannya, seseorang sampai pada tataran pengetahuan spekulatif.
Pada tataran pengetahuan spekulatif seseorang dianggap beribu-ribu kali lebih baik dari pekerja yang mengharapkan hasil yang tujuan utamanya hanyalah kenikmatan badaniah.
Pada tingkat keempat, seseorang naik di atas tataran mental pada sebuah pemahaman intelektual bahwa dia bukanlah badan ini tetapi roh yang suci. Dengan proses evolusi kehidupan filosofis, dia ditempatkan dalam tingkat keempat kesadaran yang mekar. Pengertian ini, bahwa seseorang adalah roh spiritual merupakan hal penting. Dengan keinsafan seperti itu seseorang menjadi bebas dari penderitaan. Seperti yang ditegaskan Weda, dia yang mengetahui sang roh melampaui kesedihan. Pada tataran intelektual seseorang disebut seorang ahli kebatinan. Seorang ahli kebatinan adalah orang yang diinisiasi ke dalam rahasia pengetahuan yang lebih tinggi.
Ilmu kebatinan adalah sebuah proses yang dilakukan melalui perenungan pada Yang Tertinggi. Dengan menginsafi bahwa Tuhan sangat dekat, sang ahli kebatinan melampaui kesedihan, dan mencapai tingkat kesadaran yang mekar. Sebab utama dari penderitaan adalah kelalaian dalam hubungan kita dengan Tuhan. Merasakan kedekatan dengan Tuhan, sang ahli kebatinan memperlihatkan penyatuan denganNya. Sebuah komunikasi yang dekat diperlihatkan ketika sang ahli kebatinan secara praktis merasakan bahwa Tuhan mendengar doa-doanya. Untuk seseorang yang telah menaklukan pikiran, Roh Yang Utama telah dicapai, sebab ia telah mencapai ketenangan [Bg.6.7]”. Orang yang mengendalikan pikirannya dengan memantapkan pikirannya pada Yang Tertinggi, telah mengatasi keinginan-keinginan materialnya dan mengerti sifat rohaninya seseorang merasa bahwa Tuhan selalu dekat.
Kesempurnaan utama dilengkapi dengan tingkat kelima yaitu kesadaran yang mekar sepenuhnya. Ketika seseorang kehilangan minat pada jalan kegiatan yang mengharapkan hasil, pengetahuan spekulatif, dan ilmu kebatinan, seseorang sampai pada jalan pelayanan cinta bhakti rohani. Inilah perkembangan tertinggi dari kesadaran manusia. Di dalam kesadaran yang sepenuhnya mekar tidak ada peluang bagi kegiatan yang mengharapkan hasil, yang dimaksudkan untuk kenikmatan indria. Bahkan pengetahuan spekulatif, yang dimaksudkan untuk melepaskan ikatan dari kegiatan duniawi, dan Ilmu kebatinan, dimana seseorang telah menginsafi bahwa Tuhan adalah dekat bukan merupakan tujuan akhir. Di dalam pelayanan cinta bhakti rohani seseorang mengembangkan hubungannya dengan Tuhan dan secara terus-menerus mengingat dan melayaniNya dengan cinta kasih yang penuh.
“Selalu memuji kebesaran-Ku, berusaha dengan ketabahan hati yang mantap, bersujud di hadapan-Ku, Roh-roh yang mulia ini selalu memuja-Ku dengan bhakti [Bg.9.14]”.
Sebagaimana dikatakan di dalam kesusastraan Weda, Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk hidup keduanya berbahagia oleh sifatnya. Bagaimanapun juga, di dalam empat tingkat kehidupan yang lebih rendah, yaitu tertutup, mengkerut, kuncup, dan bahkan di dalam kesadaran mekar, kesadaran seseorang masih terpengaruh oleh banyak kekhawatiran material. Tingkat kesadaran yang mekar sepenuhnya ini dijelaskan di dalam sistem Weda sebagai tingkat hidup dimana tidak ada kekhawatiran dan tidak ada keinginan yang besar. Tingkat ini dimulai ketika seseorang bersikap sama kepada semua makhluk hidup, dan ketika seseorang selalu berkeinginan untuk memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ada lima tingkatan kesadaran yang berbeda: yaitu
1. Avrta Cetana : Tertutup
2. Sankucita Cetana : Mengkerut
3. Mukulita Cetana : Kuncup
4. Vikacita Cetana : Mekar
5. Purna Vikacita Cetana : Mekar Sepenuhnya
Pada jalan kerohanian yang sejati, lima tingkatan penutup yang berbeda ini bertindak seperti tudung yang semakin terbuka, pada akhirnya membuka kesadaran sejati seseorang. Sebagai contoh, di pagi hari, terkadang disebabkan oleh kabut, langit tidak terlihat. Tetapi begitu matahari terbit di kaki langit, kabut, yang tidak memiliki keberadaan yang permanen, menghilang. Hal itu menjadi terwujud untuk beberapa waktu, dan kemudian hilang. Tetapi langit dan matahari selalu ada. Begitu juga, kesadaran dari sang roh terkadang dikaburkan oleh penutup-penutup yang berbeda tetapi tidak dapat dihancurkan. “Seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu juga, makhluk hidup ditutupi oleh berbagai tingkat keinginan material [Bg. 3.38]”.
Kesadaran meliputi seluruh badan. seperti halnya matahari, meskipun berada di satu tempat, memenuhi seluruh alam semesta dengan sinar, begitu juga sang roh memenuhi seluruh badan dengan kesadaran. Seperti halnya harum dari bunga melintas ke sebuah tempat yang jauh dari sumbernya, begitu juga kesadaran yang berasal dari sang roh menyebar ke seluruh badan, dan tidak pernah terpisah dari sumbernya, sang roh. “Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorangpun dapat menghancurkan sang roh yang tidak dapat dimusnahkan itu [Bg.2.17]”. Semua orang sadar akan rasa sakit dan kenikmatan dari badannya. Hal ini disebabkan karena kehadiran sang roh. Rasa sakit dan kenikmatan dari badan seseorang tidak diketahui oleh orang lain. Untuk itu, di dalam setiap masing-masing badan adalah roh individu yang berbeda.
Kesadaran mungkin tercermin oleh keadaan penutup material. Seperti halnya sinar putih yang tercermin melalui kaca berwarna mungkin akan nampak menjadi merah, biru, atau kuning. Begitu kaca berwarna ini diambil sinar putih tidak lagi berubah. Begitu juga, kegiatan material menutup kesadaran asli seseorang dan kegiatan rohani membangkitkan kembali kesadaran asli seseorang. Seperti halnya menggali sebuah sumur, air dibawa ke luar tetapi tidak diciptakan, jadi dengan kegiatan rohani sifat alami dari sang roh menjadi dibangunkan. Kotoran yang menyelubungi sebuah permata menghalanginya dari penghargaan di dalam kemuliaannya yang penuh. Dengan mencuci kotoran yang menutupi sebuah permata, akan membuka keindahannya yang sejati. Jadi, dengan menghilangkan kotoran kesadaran materialistis, kualitas murni sang roh ditunjukan. Keindahan sang roh tidaklah dibuat-buat, tetapi hanya dibangkitkan kembali.
Air adalah jernih, tetapi jika bahan kimia beracun ditambahkan, kualitas murninya menjadi rusak. Tidak ada keuntungan yang diperoleh dari meminum air seperti itu. Demikian juga, jika kesadaran seseorang tertutupi, seseorang tidak dapat memperoleh kepuasan sejati dalam kegiatannya maupun ketenangan pikiran. Pencerahan penuh dari sang roh dimungkinkan ketika Tuhan menghapus segel hati dan telinga serta penutup mata ini. Evolusi ke arah kesempurnaan dimulai ketika ada sebuah peralihan dari identifikasi pada material menjadi spiritual. Kesadaran yang tertutup dianggap material dimana seseorang melihat dirinya terpisah dari Tuhan. Dalam kesadaran yang berkembang, hubungan rohani seseorang dengan Tuhan dialami.
Berdasarkan kesusastraan Weda, jika seseorang mengikuti ajarannya, perkembangan seseorang melewati lima tingkat kesadaran yang berbeda: yaitu tertutup, mengkerut, kuncup, mekar, dan kesadaran yang mekar sepenuhnya. Ini disebut evolusi kesadaran. Di dalam tingkat pertama disebut kesadaran tertutup seseorang sadar makanan. Seorang anak atau seekor binatang puas hanya dengan mendapatkan makanan yang enak. Perhatian seseorang hanya pada makan dan tidur saja. Berdasarkan pada sistem Weda, seseorang yang hanya sibuk dalam merencanakan sebuah standar tinggi kehidupan materialistis yang terdiri dari makan dan berketurunan, tidak lebih baik dari binatang. “Binatang dan manusia keduanya berbagi kegiatan makan, tidur, berketurunan dan membela diri. Tetapi sifat khusus dari manusia adalah bahwa mereka mampu untuk menyibukan diri di dalam kehidupan rohani. Oleh karena itu tanpa kehidupan rohani, manusia ada pada tingkatan binatang [Hitopadesh].”
Di dalam tingkat kedua, yaitu kesadaran yang mengkerut, seseorang sadar bahwa dirinya ada. Pada tingkat pertama seseorang hanya sadar makanan. Di sini kesadaran seseorang lebih tinggi. Seseorang sadar akan badannya dan dia berkeinginan untuk melindunginya dari setiap bahaya yang mungkin ada. Jika seseorang dapat melanjutkan hidupnya tanpa menjadi binasa seseorang berpikir dirinya bahagia. Dalam konsep hidup badaniah, seseorang mengerti kehidupan dimaksudkan untuk kenikmatan indria-indria. Menyamakan diri dengan badan dan bertindak pada tataran badaniah adalah sebab dari penderitaan hidup. Seseorang hanya menginginkan untuk kenikmatan indria-indrianya dan semua kegiatannya terpusat pada tujuan ini. Pada tingkat kesadaran ini seseorang tidak dapat mentoleransi setiap ketidaknyamanan badaniah. Untuk memuaskan indria-indrianya dan mencapai kenyamanan material seseorang akan bekerja seperti binatang pembawa beban. Orang-orang seperti itu tidak ingin mengangkat jarinya untuk pelayanan kepada Tuhan.
Di dalam kesadaran yang mengkerut seseorang tidak ingin menyibukan pendapatan dan tenaga mereka untuk Tuhan. Seseorang hanya ingin menikmati hasil dari pekerjaan mereka untuk kepuasan indria-indria mereka sendiri. Orang-orang seperti itu disebut pekerja yang mengharapkan hasil. Di dalam Weda, Arjuna, awalnya, menolak untuk melaksanakan tugasnya. “Wahai pemelihara semua makhluk hidup, jangankan untuk bumi ini, untuk imbalan seluruh tiga dunia inipun saya tidak bersedia bertempur melawan mereka [Bg. 1.35]”.
Pada tingkat ketiga, kesadaran kuncup, seseorang menginsafi bahwa sejumlah besar harta material tidak dapat memberikan kebahagiaan yang sejati. Kesibukan yang berlebihan dari kenikmatan indria-indria, muncul rasa frustasi. Pada saat ini seseorang tidak lagi berhasrat untuk bekerja seperti binatang untuk mengumpulkan harta benda. Dia menjadi ingin tahu untuk mengerti penyebab dari penderitaan ini. Ketika seseorang maju dari tataran badaniah, seseorang mencapai tataran mental. Seseorang memiliki sebuah pendekatan filosofis tentang nilai-nilai kehidupan. Pada saat itu pikiran menjadi pusat dari kegiatan indria-indria. Seseorang menyamakan pikiran dengan dirinya.
Dari titik ini seseorang mencapai sebuah tataran yang lebih tinggi dari pertanyaan rohani. Proses seperti itu dikenal sebagai filosofi mencari kebenaran. “Semua kesibukan dalam tugas kewajiban pasti dimaksudkan untuk pembebasan tertinggi. Semua kesibukan itu hendaknya dilakukan bukan untuk mendapatkan keuntungan material. Lebih jauh lagi, menurut para resi, orang yang tekun dalam pelayanan tertinggi hendaknya tidak menggunakan keuntungan material untuk mengembangkan kesenangan indria.Keinginan-keinginan dalam hidup ini hendaknya tidak diarahkan pada kesenangan indria. Sebaiknya orang hanya menginginkan kehidupan yang sehat, atau perlindungan diri, sebab manusia dimaksudkan untuk bertanya tentang Kebenaran Mutlak. Semestinya tidak ada hal lain yang menjadi tujuan kegiatan mereka [SB 1.2.9-10]”.
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk bertanya mengenai sifat kehidupan : “Kenapa saya di sini? Siapa Saya? Dari mana Saya berasal? Kemana Saya akan pergi?” Itu menjadi hal yang paling penting di dalam kehidupannya. Semua hal lainnya menjadi sekunder. Mereka yang mulai bertanya kenapa mereka menderita, darimana mereka berasal dan kemana mereka harus pergi setelah kematian berada di luar tataran binatang. Inilah awal dari kehidupan manusia22. Pada saat itu kemajuan seseorang dari tataran badaniah menuju tataran mental yang dicirikan dengan sebuah pencarian filosofis untuk mengerti sifat yang sejati dari keberadaan seseorang. Alih-alih menjadi seorang pekerja yang mengharapkan hasil, yang hanya ingin menikmati hasil dari pekerjaannya, seseorang sampai pada tataran pengetahuan spekulatif.
Pada tataran pengetahuan spekulatif seseorang dianggap beribu-ribu kali lebih baik dari pekerja yang mengharapkan hasil yang tujuan utamanya hanyalah kenikmatan badaniah.
Pada tingkat keempat, seseorang naik di atas tataran mental pada sebuah pemahaman intelektual bahwa dia bukanlah badan ini tetapi roh yang suci. Dengan proses evolusi kehidupan filosofis, dia ditempatkan dalam tingkat keempat kesadaran yang mekar. Pengertian ini, bahwa seseorang adalah roh spiritual merupakan hal penting. Dengan keinsafan seperti itu seseorang menjadi bebas dari penderitaan. Seperti yang ditegaskan Weda, dia yang mengetahui sang roh melampaui kesedihan. Pada tataran intelektual seseorang disebut seorang ahli kebatinan. Seorang ahli kebatinan adalah orang yang diinisiasi ke dalam rahasia pengetahuan yang lebih tinggi.
Ilmu kebatinan adalah sebuah proses yang dilakukan melalui perenungan pada Yang Tertinggi. Dengan menginsafi bahwa Tuhan sangat dekat, sang ahli kebatinan melampaui kesedihan, dan mencapai tingkat kesadaran yang mekar. Sebab utama dari penderitaan adalah kelalaian dalam hubungan kita dengan Tuhan. Merasakan kedekatan dengan Tuhan, sang ahli kebatinan memperlihatkan penyatuan denganNya. Sebuah komunikasi yang dekat diperlihatkan ketika sang ahli kebatinan secara praktis merasakan bahwa Tuhan mendengar doa-doanya. Untuk seseorang yang telah menaklukan pikiran, Roh Yang Utama telah dicapai, sebab ia telah mencapai ketenangan [Bg.6.7]”. Orang yang mengendalikan pikirannya dengan memantapkan pikirannya pada Yang Tertinggi, telah mengatasi keinginan-keinginan materialnya dan mengerti sifat rohaninya seseorang merasa bahwa Tuhan selalu dekat.
Kesempurnaan utama dilengkapi dengan tingkat kelima yaitu kesadaran yang mekar sepenuhnya. Ketika seseorang kehilangan minat pada jalan kegiatan yang mengharapkan hasil, pengetahuan spekulatif, dan ilmu kebatinan, seseorang sampai pada jalan pelayanan cinta bhakti rohani. Inilah perkembangan tertinggi dari kesadaran manusia. Di dalam kesadaran yang sepenuhnya mekar tidak ada peluang bagi kegiatan yang mengharapkan hasil, yang dimaksudkan untuk kenikmatan indria. Bahkan pengetahuan spekulatif, yang dimaksudkan untuk melepaskan ikatan dari kegiatan duniawi, dan Ilmu kebatinan, dimana seseorang telah menginsafi bahwa Tuhan adalah dekat bukan merupakan tujuan akhir. Di dalam pelayanan cinta bhakti rohani seseorang mengembangkan hubungannya dengan Tuhan dan secara terus-menerus mengingat dan melayaniNya dengan cinta kasih yang penuh.
“Selalu memuji kebesaran-Ku, berusaha dengan ketabahan hati yang mantap, bersujud di hadapan-Ku, Roh-roh yang mulia ini selalu memuja-Ku dengan bhakti [Bg.9.14]”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar