Ucapkan:

Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare

Senin, 05 September 2011

BAGIAN 7: TENTARA KERA YANG HEBAT

Ketika para kera sedang mencari Sita, mereka mencoba untuk melakukan bunuh diri karena ketidakmampuan mereka untuk menemukannya. Angada menempatkan rumput kusa, dan berkata, “Aku akan mati. Aku tidak dapat menemukan Sita.” Kera yang lain mengatakan, “Tidak,tidak di sana ada tempat yang aman dimana kita dapat pergi untuk hidup.” Hanuman menghukum mereka. “Ini adalah ilusi,” ia berkata. Hanuman menjadi begitu kecewa, dan ia menghukum Angada dan kera yang lainnya. “Apa yang coba kalian lakukan? Apakah kalian ingin mengakhiri hidup dengan cara yang berwibawa, atau kalian ingin pergi untuk sedikit perlindungan?” Mereka sedang ada dalam sebuah misi untuk Ramacandra. Mereka harus menemukan Sita lalu kembali dengan informasi itu. Tiga puluh ribu kera pergi mencari pada misi itu. Itu hanya jumlah di selatan. Di utara ada delapan puluh ribu kera. Dan oleh karena timur dan barat tidak begitu penting, hanya ada sepuluh ribu kera di wilayah itu. Kopral dan Jenderal terbaik dari Sugriva ditakdirkan untuk pergi, dan mereka diberitahukan untuk tidak kembali sampai mereka menemukan Sita. Sayangnya semua grup yang lain kembali. Utara, timur dan barat. Tetapi kelompok selatan masih mencari. Hanuman, Jambavan, Angada dan Nila adalah para pemimpin yang terbaik dari grup itu. Kita telah mendiskusikan kemunculan Hanuman. Sekarang kita akan mendiskusikan tentang Jambavan.

Jambavan adalah makhluk ciptaan yang tertua di alam semesta, selain Brahma. Ketika Brahma berpikir untuk menciptakan dan ia mendapatkan penglihatan tentang Tuhan, Tuhan berjabat tangan dengannya dan memberikannya informasi tentang Bhagavatam, aham evasya avagre. “Aku ada sebelum segalanya dan setelah segalanya.” Brahma merenungkan untuk menciptakan, dan ia berpikir, “Betapa besarnya ciptaan ini, dan bagaimana aku akan dapat melakukannya?” Sementara itu, Garbhodakasayi Visnu sedang berbaring di atas ular, dan dari kedua telingaNya, dua tetes keringat keluar. Satu tetes menjadi Madhu, sesosok raksasa yang hebat, dan yang lainnya menjadi Kaitava, raksasa hebat lainnya. Madhu dan Kaitava datang dan bertemu, dan berjabat tangan. Mereka menoleh ke belakang dan berkata, “Kita harus menghabisi ini.” Inilah prilaku para raksasa. Mereka berlindung pada sesuatu, kemudian ketika mereka sudah tidak berlindung lagi, mereka menghancurkannya. Mentalitas raksasa ini dari Madhu dan Kaitava menciptakan atmosfer yang buruk dan Brahma mulai berkeringat. Keringat keluar dari ke-empat wajahnya. Sri Visnu bangun dan melihat Madhu dan Kaitava Sri Visnu berkata, “Oh personalitas yang hebat Madhu dan Kaitava, mohon beri Aku sebuah karunia.” Mereka berkata, “Oh itu mudah! Dia menyerah pada kita. Apakah Kau tahu siapa kami?” mereka berbicara padaNya. “Oh, anda adalah Madhu yang hebat dan Kaitava, sosok yang paling kuat.” Mereka berkata, “Karunia apa yang Kau inginkan, Visnu?” Visnu berkata, “Kau berikan Aku sebuah karunia yang mana Aku dapat bertarung denganmu.” Oh, Kau ingin sebuah pertarungan?” mereka berkata. “Itulah yang kami harapkan. Sekarang akan lebih berwibawa bagi kami, karena merupakan karunia bagi kami. Ya Kau dapat bertarung dengan kami, tetapi satu hal. Jika Kau berpikir untuk membunuh kami, Kau hanya mampu membunuh kami di sebuah tempat dimana tidak ada tanah, tidak ada air, tidak ada api, tidak ada ether, tidak ada pikiran, tidak ada kecerdasan dan tidak ada ego palsu. Kau dapat membunuh kami di tempat itu.” Itu artinya mereka tidak dapat dibunuh di manapun di alam semesta ini, itulah yang mereka pikirkan. Mereka tidak mengetahui apapun di luar alam semesta ini, karena mereka adalah raksasa. Kemudian Visnu memulai pertarungan dengan mereka, dan itu berlangsung untuk waktu yang lama. Ketika pertarungan berlangsung, Brahma berkeringat lagi disebabkan oleh seluruh atmosfer jahat yang diciptakan oleh Madhu dan Kaitava. Kali ini bersamaan dengan keringat itu muncul makhluk kecil, dan itu ada di pipinya. Makhluk itu bergerak di sekitarnya. Brahma berkata, “Apa ini?” dan ia melihatnya. Makhluk itu mulai tumbuh, jadi ia melemparnya di lantai. Makhluk itu tumbuh lagi dan lagi, dan ternyata itu adalah seekor beruang. Tidak ada spesies pada saat itu. “Apa ini?” Brahma berkata. Beruang hitam dengan begitu banyak bulu di tubuhnya, dan makhluk itu tumbuh, lagi dan lagi menjadi begitu kuat. Makhluk itu berbicara dalam sanskerta. Dia berbicara kepada Brahma, “Kau telah menciptakan aku, jadi ke mana aku harus pergi?” Brahma berkata, “Aku menciptakan sesuatu tanpa pengetahuanku. Kau pergilah ke Jambunada.” Itu adalah sebuah pulau di atas air peleburan, Jambunada-ksetra. Lalu segera ia memasuki Jambunada, ia duduk di sana dan melihat-lihat sekelilingnya. Yang ia lihat adalah Madhu dan Kaitava yang sedang bertarung. Ia bertepuk tangan dan bersiul, dan ia berteriak, “Bagus! Pukul ia di kepalanya!” Dia adalah penontonnya. Visnu terbang ke angkasa dan mengangkat mereka ke atas kemudian melempar mereka. Mereka sangat kuat, lahir dari telinga Sri Visnu, jadi mereka memberikan pertarungan yang menarik. Garbhodakasayi-Visnu sedang berbaring di atas Sesa naga untuk waktu yang lama, jadi ia menginginkan beberapa kegiatan. Dia menginginkan beberapa hiburan, jadi ia menciptakan seseorang dan mulai bertarung. Dia mengambil Madhu dan Kaitava di pangkuanNya, kemudian dengan tanganNya menghancurkan mereka. Mereka dihabisi., karena tidak ada tanah, air, api, udara, ether, pikiran, kecerdasan, atau ego palsu. Dia memiliki badan yang transendental. Jambavan melompat turun dan berkata, “Bagus, pertarungan yang manarik! Dapatkah aku melihat lagi” Visnu berkata, “Kau tunggulah ciptaan dimulai. Maka akan ada begitu banyak pertarungan.” Lalu ciptaan dimulai, dan Manvantara-manvantara datang silih berganti satu demi satu. Ada sebuah peleburan besar, Satyavrata ada di atas perahu, dan seekor ikan keemasan datang, ikan yang sangat besar dengan sebuah tanduk. Dengan menggunakan Vasuki, ular, mereka mengikat tanduk ikan pada perahu itu. Sapta-resi ada di sana dan Jambavan duduk di sana menyaksikan. “Ah, betapa ikan yang luar biasa,” ia berkata, dan ia mengelilingi ikan itu. Ikan itu mengelilingi seluruh alam semesta. Dengan cara ini Jambavan berada dalam kesibukan yang baik pada saat itu. Jambavan tidak akan mati, ia adalah seorang ciran-jiva. Dia menjadi tua, tetapi ia cukup kuat. Kemudian Kurma-avatara datang, dan Jambavan menyaksikan hal itu juga. Dia juga ada di sana ketika Varaha-avatara menghajar Hiranyaksa. Hiranyaksa dihajar dan ia naik untuk mengeilingi, dan ketika ia berkeliling matanya keluar dari rongganya, dan Jambavan bermain-main dengannya. “Betapa pertarungan yang luarbiasa!” Hal itu berakhir, dan ia melihat Nrsimhadeva juga. Kemudian Vamanadeva muncul. Ketika Vamanadeva tumbuh menjadi figur yang sangat besar mengangkat kakinya dan menembus alam semesta dari atas, Jambavan dalam enam momen, mengelilingi bentuk yang sangat besar dari Trivikrama ini delapan belas kali. Itulah kecepatan dari Jambavan. Dia berada dalam ekstasi, “Oh ! Betapa bentuk yang luar biasa indah!” Dia terus berkeliling dan berkeliling, delapan belas kali dalam enam momen. Ketika ia kembali ia berada dalam ekstasi yang begitu besar, dan ia menggaruk gunung Meru dengan kuku kakinya. Meru menjadi kecewa. Meru datang secara pribadi dan berkata, “Hey, kau beruang kotor! Apa yang kau lakukan padaku? Kau menyentuh aku dengan kakimu. Bahkan para sapta-resi tidak melakukannya, mereka terbang melewatiku. Mereka tidak menempatkan kakinya padaku. Kau melakukan hal ini, jadi kau akan menjadi tua. Karena kau begitu muda dan sangat cepat, kau telah melakukan kesalahan padaku. Kau akan menjadi tua dan lemah.” Ia mengutuk Jambavan. Jadi Jambavan menjadi sangat tua. Meru memberitahukannya, “Meskipun kau tua, ketika Sri Ramachandra datang melakukan kegiatanNya, kau akan melakukan begitu banyak pelayanan padaNya.” Inilah Jambavan. Dan Jambavan dipanggil oleh Sugriva, yang berkata padanya, “Jambavan, kau adalah yang tertua. Tidak ada yang tidak kau ketahui. Tidak ada dewa yang tidak kau ketahui. Tidak ada avatara yang kau belum lihat. Tidak ada lautan yang tidak kau ketahui. Kau mengetahui segalanya di dalam ciptaan ini. Jadi kau harus menolong Angada, putra Bali. Cari tahu di mana Sita berada.” Jambavan setuju, dan ia memberitahukan kepada Angada, “Jangan khawatir. Aku tidak bisa terbang seperti sebelumnya, tetapi aku tahu setiap tempat. Aku akan menjadi pemandumu di wilayah India selatan ini. Entah bagaimana kita akan menemukan ibu Sita.”

Kemudian ada Nila. Nila juga adalah seorang Brahma-putra, putra Brama secara mental, dan ia adalah seorang insinyur, seorang ahli kimia dan seorang ilmuwan. Dia juga adalah seekor beruang, seorang beruang ilmuwan. Jadi ilmuwan ini dapat membuat batu mengapung, dapat mengurangi dan menambah kepadatan dari batu, ia adalah seorang ahli fisika dan ahli kimia yang demikian hebat bahwa ia dapat mengambil beberapa benda yang berbeda, menggabungkan mereka dan menciptakan bermacam-macam efek warna, harum, dan beragam perasaan. Dia dapat merubah perasaan dengan kombinasi kimia. Dia dapat mengambil sesuatu dan mencampurnya dengan sesuatu yang lain, dan anda akan merasa sedih. Dengan kombinasi lainnya ia dapat membuat pikiran seseorang tenang dengan kimia, tanpa orang tersebut menerimanya, tidak seperti obat-obatan zaman sekarang. Dia membangun sebuah istana di Kiskenda yang sangat kuat. Itu sepenuhnya terbuat dari batu, tidak ada semen atau beton. Hanya batu di atas batu. Hal itu dibangun demikian, setiap batu menahan batu lainnya, dan itu adalah sebuah istana yang sangat besar, sangat kuat. Inilah Nila. Hanuman, Jambavan, Nila dan Angada maju dengan 30 ribu Vanaras. Mereka mencari-cari ke setiap tempat, tetapi tidak menemukan apapun. Lalu mereka sampai di pegunungan Vindhya. Pada saat mereka melintasi hutan, yang tidak memiliki daun (pohon-pohon besar ada di sana, tetapi semua hanya cabang-cabang saja, karena seorang anak resi mengutuk hutan tersebut, “Kau akan menjadi tandus”). Begitu banyak pepohonan di sana tetapi tidak ada daun. Tidak ada daun berarti tidak ada bunga, dan tidak ada bunga berarti tidak ada buah, jadi semua kera kelaparan. Mereka sudah melewati tiga minggu tanpa air dan makanan. Mereka tidak mengetahui harus bagaimana. Mereka melihat gua hitam di depan pegunungan Vindhya. Hanuman berkata kepada Angada, “Kita adalah pasukan yang hebat, jadi kita harus memiliki beberapa tantangan. Jadi mari kita masuk ke dalam gua ini.” Jadi Hanuman berkata, “Siapapun yang ingin pergi, angkat tangan.” Jadi Jambavan, Angada, Nila dan tentu saja Hanuman, dan beberapa kera lainnya, mereka mengangkat tangannya. Hanuman berkata, “Baiklah, pegang ekorku.” Jadi Angada memegang ekornya, dan Nila memegang ekor Angada. Jambavan ada di tengah, karena ia sangat tua dan mereka tidak ingin kehilangannya, dan ada kera lainnya, mereka semua mulai berjalan ke dalam gua ini. Pertanda yang mereka lihat hanyalah seekor burung datang dari dalam, dan sayap mereka basah. Hanuman berkata, “Lihat, sayap mereka basah. Itu artinya ada air di sana. Dan jika burung datang dari dalam gua berarti beberapa orang pasti tinggal di sana. Itu pasti sebuah tempat yang baik, jadi setiap orang harus datang.” Dia mengajarkan seperti itu, dan para kera satu demi satu bergabung. Beberapa berdiri di sana dan berpikir apa yang harus dilakukan. Mereka berpikir, “Hanuman, Jambavan dan yang lainnya pergi, dan kami berdiri di sini. Tidak ada air di sini, dan mereka adalah satu-satunya pelindung kami. Jika mereka pergi apa yang akan kami lakukan?” Jadi mereka juga memutuskan untuk pergi. Semua kera ikut bergabung, mereka masuk ke dalam gua. Setiap lima menit Jambavan berteriak memanggil nama-nama dari kera-kera yang berbeda, hanya untuk memeriksa bahwa setiap kera ada di sana, karena di sana begitu gelap, kau tidak bisa melihat apapun. Dan setelah melintasi delapan puluh mil dalam kegelapan sepenuhnya, akhirnya ada secercah cahaya datang. Hanuman berteriak, “Rama! Rama! Rama! Ada cahaya di sana. Mungkin ada beberapa orang dan kita bisa mendapat beberapa makanan. Kita adalah kera-kera kelaparan.” Lalu mereka pergi ke arah cahaya itu dan menemukan sebuah kota yang indah di dalam gua. Dan ada begitu banyak bangunan mewah di sana. Bangunan ini semua terbuat dari emas, permata dan berlian, mereka tidak mempercayai mata mereka. Ada danau-danau dan bunga padma, tumbuhan-tumbuhan merambat yang indah dan buah-buahan. Angada berkata, “Jangan percaya hal ini. Ini mungkin adalah pekerjaan beberapa raksasa, bahwa begitu kita masuk dia akan menelan kita. Jangan menyentuh apapun. Tetap melangkah.” Mereka melangkah dari satu tempat ke tempat lainnya, kemudian mereka melangkah ke salah satu bangunan mewah. Tanpa membuat suara mereka ada di dalam dan melihat sekitarnya. Mereka menemukan seorang wanita yang berpakaian kulit macan, dengan kuncir di rambutnya. Dia memiliki trisula di tangannya. “Apa ini?” Mereka berkata. “Wanita itu terlihat seperti babaji, dan dia berada di tempat yang indah ini.” Hanuman maju ke depan dan ia mencakupkan tangannya. Hanuman sangat baik dalam berbicara. Dia memberikan senyuman. Dia berkata, “Tolong katakan pada kami siapa anda. Anda terlihat seperti seorang yang sangat maju secara rohani.” Menyanjung. “aku harap anda bukanlah seorang raksasa. Tetapi anda tidak terlihat seperti salah satu dari mereka, anda terlihat begitu saleh. Jadi anda harus katakan kepada kami siapa diri anda.” Wanita itu berkata, “Pertama katakan padaku siapa kalian. Bagaimana kau bisa sampai masuk ke tempat ini? Ini adalah tempat gaib, manusia, gandharva, vanara, tidak dapat datang ke tempat ini. Hanya makhluk sempurna yang datang ke sini.” Jambavan bergumam, “ya, ya mereka semua makhluk sempurna. Mereka hanya terlihat saja seperti kera.” Angada bertanya padanya, “Apa yang kau katakan?” “Tidak, tidak,” Jambavan menjawab. “Aku hanya mengatakan sesuatu yang sudah lama.” Jambavan telah berada di dalam Rama-lila sebelumnya, dan setiap kali mereka pergi untuk mencari Sita, dan juga setiap kali mereka pergi ke dalam gua ini . Setiap kali ia melihat hal yang seperti itu, ia akan berkata demikian, karena ia telah melihatnya berkali-kali. Sedangkan mereka baru melihatnya untuk pertamakalinya, karena para dewa terus berubah, tetapi Jambavan adalah tetap Jambavan yang sama. Hanuman berkata, “Kami semua adalah pelayan dari Sri Ramachandra, Putra Dasaratha.” Kemudian wanita itu berkata, “Ramachandra ini aku pikir bukan putra dari raja duniawi, sebab kalau tidak demikian bagaimana mungkin hanya dengan mengucapkan namaNya kalian dapat melewati gua yang gelap itu. Itu tidaklah mungkin bagi siapapun untuk melakukan hal itu. Dia pasti adalah inkarnasi dari Sri Visnu.” Jambavan berkata, “Wanita ini juga mengetahui begitu banyak. Aku tahu Sri Rama adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa, dan aku juga tahu siapa yang akan menemukan Sita.” Beberapa kera berkata, “Apa yang kau katakan?” Jambavan berkata, “Jangan dengarkan aku, Aku hanyalah seekor beruang tua dan orang tua selalu bergumam seperti ini.” Hanuman dan wanita itu dalam percakapan yang baik. Hanuman memuaskannya, dan wanita itu memberitahukan identitasnya. Ia adalah teman dari Hema, dan Hema adalah putri dari gunung Meru. Hema ini suatu kali tertangkap dan disekap di kota ituoleh salah satu raksasa yang bernama Mayasura. Ia adalah penyihir yang hebat. Indra datang, dan ia mengirim Vajranya, dan ia menghabisi raksasa Maya ini. Ia mengurus Hema dan ia menjadi istri Indra. Hema sendirian di kota gaib yang sangat besar itu, jadi Indra meminta Meru mengirim putrinya sehingga mereka dapat berteman. Hema sedang pergi ke suatu tempat, karena itulah wanita ini ada di sana. Ia adalah wanita pertapa, dan ia berkeyakinan dalam memuja Brahman tanpa bentuk, dan mukti. Ia ada di sana dengan kulit macan dan trisula. Seperti itulah ceritanya. Hanuman berkata, “Kami sangat kelaparan, dan kami para kera. Tolong berikan kami sesuatu untuk dimakan.” “Tidak masalah,” Ia berkata. “Kau pergi saja ke dalam taman ini dan kau dapat makan begitu banyak buah-buahan untuk memenuhi perutmu.” Jadi semua pasukan kera pergi ke taman yang indah dari Mayasura ini, dan mereka makan sampai perut kenyang. Mereka meminum air, dan setelah itu sang wanita menyediakan mereka anggur yang juga diminum pasukan itu. Mereka minum sedikit anggur. Dahulu anggur hanya untuk diminum bukan untuk mabuk-mabukan. Dengan cara ini mereka menikmati, dan mereka bertanya padanya, “Tolong kau katakan pada kami bagaimana kami dapat keluar dari gua ini.” Wanita itu menjawab, “Keluar dari gua ini? Tidak, kalian tidak dapat keluar dari gua ini.” Mereka berkata, “Apa? Kau memberikan kami makanan dengan baik, kau berikan kami begitu banyak minuman yang nikmat, dan sekarang kau mencoba untuk menahan kami seperti di penjara?” Hanuman mengambil gadanya dan berkata, “Kau ingin melihat ini?” Wanita itu berkata, “Tunggu sebentar,kau baru saja makan di rumahku. Kau tidak bisa bertarung denganku. Yang aku katakan, ‘kalian tidak dapat keluar dari gua ini’. Aku tidak pernah mengatakan bahwa kau tidak akan pernah keluar dari gua. Kalian semua, tutup mata kalian.” Mereka menutup matanya. Kemudian wanita itu berkata, “sekarang buka mata kalian.” Dan ketika mereka membuka mata, mereka sudah tidak ada di dalam gua.

Di hadapan mereka adalah sebuah samudera yang sangat-sangat luas, Mahodadhi. Mereka ada di antara Rameshvara dan Puri, tetapi daerah ini meluas bermil-mil dalam Treta-yuga. Ceylon (Kolombo, Sri Lanka sekarang) yang kita lihat saat ini bukanlah Sri Lanka yang sama. Sri Lanka itu lebih jauh lagi, karena Hanuman terbang sejauh 100 Yojana. Satu Yojana adalah delapan mil. Delapan ratus mil bukanlah jarak antara Rameshvara ke Ceylon. Kau dapat menempuhnya dalam empat puluh lima menit dengan sebuah perahu boat. Tidaklah sejauh itu. Disebutkan bahwa mereka berada di puncak sebuah bukit dimana Hanuman terbang, dan di wilayah Rameshvaram anda tidak akan menemukan bukit apapun. Jadi wilayah itu dimana Hanuman melompat, di bukit Gandha-madana, itu jauh lebih ke bawah. Dan semuanya termakan samudera. Kita harus berpikir bahwa ini adalah pantai dimana mereka berdiri. Mereka berada bermil-mil di bawah pada saat itu, sebab samudera datang dan memakan daratan. Hanuman dan yang lainnya melihat Samudera Mahodadhi. Samudera itu sangat dahsyat. Angada berkata, “Kita telah datang di ujung daratan. Dimana Sita? Kita belum menemukannya. Bagaimana kita kembali, sekarang sudah satu bulan? Kita mulai pada malam bulan penuh, dan sekarang kembali malam bulan penuh.” Angada merasa sangat buruk. Dia berkata, “Bawakan beberapa rumput darba.” Dia menempatkan ujungnya ke arah utara. Dia akan melakukan Prayopavesha. Prayopavesha berarti bahwa ketika seorang personalitas agung tidak dapat memenuhi sebuah tugas yang telah ia janjikan, ia akan duduk di atas rumput kusa dan membiarkan tubuhnya tanpa makanan. Dia duduk di sana dengan rumput kusa. Hanuman sedang duduk di sana dengan kepalanya ada di tangannya sedang melihat samudera. Dia berpikir, “Kita telah datang pada sebuah kehampaan. Apa yang akan terjadi sekarang? Haruskah aku kembali atau maju? Apa yang harus aku lakukan?” Jambavan sedang beristirahat, sebab dia lelah setelah minum anggur dan makan begitu banyak buah-buahan. Kera-kera lainnya sedang berkeliling di sekitar dan mencari-cari ke sana kemari. Hanuman melihat para kera, dan ia bertanya, “Apa yang kalian akan lakukan?” Mereka mengatakan, “Kami memiliki ide yang bagus. Kita akan kembali ke dalam gua. Banyak buah-buahan, banyak anggur di sana. Kita tidak dapat keluar. Jika kita tidak dapat keluar, kita juga tidak dapat masuk, dan tidak ada seorangpun yang akan membuat masalah pada kita. Kita akan berbahagia di sana.” Hanuman berkata, “Ide yang bodoh. Ini adalah maya. Ramachandra adalah Tuhan kita. Untuk apa kalian perlukan kenyamanan ini? Kalian ingin berlindung pada anggur dan buah-buahan? Kalian pastilah seekor kera.” Ia menghukum mereka. Angada duduk di sana mengucapkan mantra dan bersiap untuk meninggalkan badannya. Hanuman juga mendekatinya. “Angada, kau adalah seorang pangeran. Apa yang kau lakukan dengan melihat ke arah utara, duduk di atas rumput kusa? Ini tidak dimaksudkan bagi orang-orang yang tangguh. Lihatlah bahumu, itu sangat kuat. Itu seharusnya digunakan untuk bertempur demi Sri Ramachandra. Di sini kau berpuasa, bersiap untuk mati. Apa yang ingin kau capai dengan cara ini? Kau akan mati dan setiap orang akan berkata, ‘Putra Bali itu adalah seekor kera yang tidak berguna. Ia mati karena dia tidak mampu memenuhi misinya’.” Angada berkata, “Kau mengatakan semua ini, tetapi tolong katakan padaku, apa yang harus kita lakukan? Jika aku kembali Sugriva akan membunuhku dan mengambil alih kerajaan. Ia sudah merencanakan untuk membunuh ayahku dengan suatu cara. Sekarang ia sudah mendapatkan alasan untuk membunuhku. Dia akan mengatakan, ‘Sekarang kau tidak memenuhi misimu jadi aku akan membunuhmu.’ Tidak ada yang akan mengatakan apapun, dan ia akan memiliki kerajaan. Biarkan saja ia memiliki kerajaan, dan biarkan aku mati. Paling tidak ia tidak mati.” Hanuman menyadari ia akan menggunakan politik di sini. Samadhana bheda danda. Ada empat cara pengajaran. Pertama anda berbicara dengan manis, lalu anda tawarkan sesuatu, kemudian anda buat sebuah bheda, sebuah opini berbeda di antara kelompok. “Apakah kau tahu apa yang ia katakan tentangmu?” Jika itu semua tidak berhasil, anda gunakan tongkat, danda. Hanuman berpikir, sekarang aku harus menggunakan bheda, politik. Dia berkata, “Ya, Sugriva memang seperti itu. Ia mungkin akan mengambil seluruh kerajaan, tetapi ibumu ada di sana. Jika kau mati, dia pasti akan menderita. Sugriva tidak akan memberinya makanan, pakaian, dan rasa hormat. Ibumu akan meminta-minta di jalan. Ibumu!” Angada berkata, “Tidak!” Dan ia melempar rumput kusa itu.”Aku tidak berpuasa!” Hanuman berkata, “Jika kau mati, apa keuntungannya? Kau harus kembali sekarang. Entah bagaimana kita harus meyakinkannya bahwa kita tidak dapat menemukan Sita.” Angada berkata, “Bagaimana aku dapat kembali? Aku tdak memiliki kekuatan.” Hanuman berkata, “Kau duduk di sini. Aku akan menceritakan kisah Ramachandra. Maka kau akan memperoleh kekuatan.” Ia mulai menceritakan kisah Ramachandra. Mereka berdiskusi semua hal-hal yang luar biasa tentang bagaimana Tuhan Ramachandra mematahkan busur, bagaimana Dia mengalahkan Parasurama, bagaimana ia menjaga Jatayu dan mengkremasinya. Begitu mereka membicarakan hal itu, mereka melihat ada perubahan atmosfer. Segalanya bergetar dan berguncang. Hanuman memegang Angada dan berkata, “beberapa raksasa datang.” Mereka melihat ke segala arah, kemudian dari bawah bukit di dalamnya mereka melihat dua kaki besar sedang keluar. Itu terlihat seperti kaki burung, dan setiap kuku panjangnya sekitar dua kilometer. Angada berkata, “Selesailah sudah. Seluruh tiga puluh ribu kera akan dimakan oleh burung raksasa ini sekarang. Lihatlah jemarinya, itu sangat besar!” Perlahan burung itu menjadi terlihat, kemudian mereka memperhatikan bahwa burung ini tidak memiliki kecepatan. Burung itu menyeret dirinya, perlahan. Mereka melihat sayap-sayapnya juga, yang setiap sayapnya sepanjang 14 yojana. Bagaimanapun juga, sayapnya patah, dan terlihat sepenuhnya terbakar. Itu terlihat seperti arang. Dia sedang menyeret dirinya dengan kesulitan yang besar, kemudian perlahan wajahnya terlihat, paruh yang sangat besar. Dia membuka mulutnya dan berbicara, “Siapa yang sedang membicarakan saudaraku Jatayu?” Lalu kera yang banyak itu tertiup oleh udara yang keluar dari mulutnya. Jambavan di panggil, dan Hanuman mengatakan, “Jaga kera-kera ini, kita harus menjaga sosok ini, ia mungkin berguna untuk kita.” Mereka datang padanya dan bertanya, “Siapa anda? Kami membicarakan Jatayu dan aku Hanuman dan ini Angada. Aku adalah putra Vayu, dan kami adalah utusan Rama.” Perlahan burung itu membuka matanya dan berkata, “Rama? Apakah putra dari Dasaratha?” Hanuman berkata, “Ya, Ini adalah Rama yang sama.” Burung itu melanjutkan, “Ia sedang di buang ke hutan. Apakah ia sudah menyelesaikan pembuangannya?” Betapa burung yang luar biasa, “ Angada berucap. “Dia duduk di bawah bukit dan tidak dapat melihat apapun, tapi ia mengetahui sejarah. Ya mereka masih dalam pembuangan sebab ia kehilangan istrinya. Sita telah diculik oleh Ravana.” Burung itu berkata, “Ravana! Aargh! Aku akan memakannya.” Hanuman berkata, “Oh bagus sekali tolong lakukan.” Burung itu berkata, “Tetapi aku tidak dapat terbang. Sayapku patah. Aku Sampati, kakak dari Jatayu. Aku lebih kuat dari Jatayu. Aku dengar bahwa Jatayu dibunuh oleh Ravana. Aku ingin membunuhnya, tetapi aku tidak dapat membunuhnya sebab aku memiliki perjanjian dengannya.” Dahulu kala ketika Sampati terbang, ketika ia masih muda dan sangat kuat, Ravana terbang bersama istri seseorang. Inilah yang ia lakukan setiap waktu. Suatu ketika ia melakukan korban suci api, dan ketika Agni datang untuk memberikan karunia, ia menculik istri Agni. Ravana terkenal dalam menculik istri orang lain. Sampati menghentikannya dan berkata, “Mau ke mana kau? Siapa wanita ini?” Ravana berkata, “Ini istri Nalakuvera.” Sampati berkata, “Kau lebih baik tinggalkan wanita itu di sini, kalau tidak kau tidak akan tahu apa yang akan aku lakukan padamu.” Ravana berkata, “Ah, kau hanya burung dekil.” Lalu ia mengambil salah satu kakinya dan menahan Ravana dan menghancurkannya. Darah keluar dari badannya, dan itulah mengapa Ravana memiliki lima lubang di dalam tubuhnya, dari cakar Sampati. Ravana menutup hal ini sehingga tidak ada yang melihatnya. Tetapi ada satu lubang yang ia tidak tutupi di dadanya. Itu adalah gading Airavata. Ia ingin menunjukan itu sebab itu adalah luka dari pertempuran yang hebat. Pada saat itu Ravana menyentuh kaki Sampati. “Meskipun kau adalah seekor burung, aku menyentuh kakimu. Tolong buatlah sebuah perjanjian denganku. Aku tidak akan datang ke wilayahmu dan melakukan sesuatu, dan kau jangan datang ke wilayahku.” Mereka menandai sebuah perjanjian. Oleh karena inilah, Sampati terikat oleh dharma. Hanuman bertanya kepada Sampati, “Dan bagaimana kau menjadi tua seperti ini?” Samapati berkata, “Suatu ketika Jatayu dan aku sedang berkompetisi, dan kami terbang tinggi dan tinggi lagi. Tetapi kami terbang terlalu dekat dengan matahari, dan aku melihat Jatayu terbakar. Jadi untuk melindunginya aku menempatkan sayapku padanya. Tetapi, aku juga terlalu dekat dengan matahari, dan sayapku terbakar dan rontok. Setelah itu aku tidak tahu ke mana adikku pergi. Darimulah pertama kalinya aku dengar bahwa ia mati dalam pelayanan pada Sri Ramachandra. Aku tetap berada di sini untuk waktu yang lama dan seorang resi suatu ketika memberitahukanku bahwa ketika aku memberitahukanmu di mana Sita, pada saat itu aku akan mendapatkan kekuatanku kembali.” Hanuman memotongnya, “Kau tahu di mana Sita berada?” Dan semua kera mulai melompat-lompat. “Kita telah menemukan Sita, kita telah menemukan Sita!” Sampati mengatakan, “Dapatkah kau menolongku keluar dari gua ini? Aku harus memanjat naik ke atas bukit Vindhya untuk melihatnya.” Angada bertanya, “Melihat apa?” “Untuk melihat Lanka,” burung itu menjawab. Angada berkata, “Melihat Lanka? Itu sejauh delapan ratus mil!” Hanuman mendekati Angada dan berkata, “Lihatlah burung ini. Ia begitu besar, empat belas yojana panjang setiap sayapnya. Burung ini sendiri panjangnya sekitar tiga puluh yojana. Dapatkah kau bayangkan betapa besar kekuatan yang pasti ia miliki di matanya? Dia dapat duduk di sini dan melihat Lanka!” Dengan sangat kesulitan seluruh kera datang untuk mengangkat Sampati dan memindahkannya. Tigapuluh ribu kera mencobanya dengan sangat susah. Hal itu sangatlah sulit bagi mereka untuk meletakkannya di atas batu dengan sayapnya seperti itu. Kemudian Sampati mengangkat paruhnya dan mengatakan, “Aku dapat melihat Sri Lanka. Aku dapat melihat bangunan bertingkat sepuluh milik Ravana. Aku dapat melihat atapnya, dan Ravana berdiri di atasnya.” Dia dapat melihat segalanya, dia memiliki kekuatan optik. Sampati adalah putra Aruna, kusir kereta dewa matahari, jadi ia pasti sangatlah kuat. “Aku tidak dapat melihat Sita,” Ia melanjutkan, “Tetapi aku dapat melihat Ravana berjalan ke sana kemari. Begitu banyak raksasa di sekitar. Aku dapat melihat hutan dengan pohon Ashoka. Aku dapat melihat kain kuning bergantung di sana.” Begitu ia berkata demikian, Hanuman berkata, “Ya, Kain kuning. Itulah yang dikenakan ibu Sita.” Sebelumnya Sita membawa beberapa perhiasan, meletakkannya di kain kuning yang ia sobek dari kain sarinya, dan melemparnya ke bawah. Hanuman mengambilnya sebelum Rama sampai ke Kiskenda, dan Laksmana mengenali hal itu sebagai perhiasan Sita. Hanuman menjadi sangat gembira. Sementara mereka sedang melihat-lihat, perlahan-lahan sayap-sayap Sampati menjadi tegak, dan bulu-bulu baru keluar dari tubuhnya. Beberapa saat kemudian mereka mendengar dengan keras, “Rama!” Sampati telah mengucapkan Rama. Ketika ia mulai mengucapkan “Ra” dia sudah ada di atas langit. Disaat hal itu terdengar ke seluruh dunia, ia terlihat hanya seperti titik di angkasa. Sampati pergi ke planet-planet surga. Sebenarnya ia tidak mau ke sana, sebab ia sangat ingin membunuh Ravana, tetapi karena perjanjiannya ia tidak dapat melakukan hal itu. Jadi ia hanya membantu para kera, kemudian pergi. Mereka telah mengetahui di mana Sita berada.

Hanuman diminta oleh Jambavan, “Kau harus melompat melewati samudera ini, dan pergi ke Sri Lanka.” Hanuman berkata, “Samudera ini begitu besar. Bagaimana aku dapat melakukannya?” Jambavan kemudian menceritakan kisah Hanuman sendiri. Bagaimana ia memasukan planet matahari ke dalam mulutnya dan kisah lainnya. Begitu Jambavan sedang bercerita, Hanuman mulai tumbuh. Dia menjadi semakin besar, besar, dan besar lagi. Ia menjadi begitu besar dan Valmiki mengatakan bahwa bayangannya sejauh lima puluh yojana panjangnya. Semua kera tampak seperti nyamuk di hadapannya. Kemudian ia mengatakan kepada Jambavan, “Ya, aku adalah pelayan Sri Rama! Aku adalah putra Vayu. Tidak ada seorangpun yang dapat menghentikan aku! Aku akan menghancurkan Ravana dengan jempolku, dan aku akan membawa Sita di atas pundakku! Tidak perlu Ramachandra yang pergi. Aku sekarang yang akan pergi.” Dia mulai mengucapkan “Rama!” Dia mulai denga “Ra,” dan mengakhirinya dengan “m”. Ketika ia mengatakan “m” ia sudah ada di Sri Lanka. Seperti itulah kecepatan Hanuman. Sebagai amsa dari dewa Siva, ia mengambil jalur wilayah perjalanan dewa Siva. Ada beberapa tingkatan jalur wilayah perjalanan para makhluk hidup. Para Gandharva bepergian sangat dekat dengan planet bumi, dan setelah Gandharva, lalu para Kinnara, setelah Kinnara lalu para Vanara, setelahnya lalu para Siddha, setelah Siddha kemudian para Carana, dan setelah Carana adalah wilayah para dewa yang lebih hebat seperti Ganesha dan Kartikeya, lalu jalur wilayah dewa Siva. Di wilayah itu tidak ada seorangpun yang dapat terbang melintas. Itu adalah zona dari dewa Siva. DI sanalah Hanuman berada. Dia terbang dengan penuh keberanian, tanpa rasa takut. Dengan cara ini, dengan mengucapkan Rama hanya sekali, Hanuman mencapai Sri Lanka. Sebelum mencapai Sri Lanka ia menghadapi begitu banyak gangguan, begitu juga ia banyak mendapatkan bantuan dalam perjalanan. Ada satu gunung bernama Mainata Parvata. Yang dapat tumbuh hanya dengan berpikir. Raja lautan memberitahukan Mainata Parvata, “Hanuman, pelayan dari Rama, datang dan ia pasti akan beristirahat. Ia melompat dalam satu tarikan nafas, jadi kau tumbuhlah ke atas dan berikan dia beberapa tempat peristirahatan.” Mainata parvata tumbuh menjulang ke angkasa dan menghentikan Hanuman. Hanuman berkata, “Apa ini? Tidak ada gunung di sini. Siapa kau?” Hanuman dapat berbicara bukan hanya dengan menggunakan mulutnya tetapi dari semua lubang di seluruh tubuhnya. Inilah kesempurnaan yoganya. Dia hanya bernafas sekali, jadi ia tidak menggunakan mulutnya yang telah ia gunakan untuk mengucapkan nama Rama. “M” harus di ucapkan di Sri Lanka, dan ia masih mengucapkan “Ra”. Ia berbicara melalui lubang yang lainnya. Mainaka Parvata berpikir, “Ini adalah fenomena yang luar biasa. Seekor kera dengan ekornya yang panjang berbicara menggunakan lubang-lubang di tubuhnya. Tolong letakkan kaki padma anda di kepalaku,” gunung itu berkata, “sebab aku harus menunjukan kepada raja lautan bahwa aku telah melayani anda.” Hanuman berkata, “Tidak ada istirahat ketika aku sedang melakukan Krishna-seva. Aku pergi.” Para dewa berpikir, “Ini tidak benar bahwa ia mencapai Lanka dengan begitu mudahnya. Itu pastilah main-main saja.” Jadi mereka memanggil seekor ular besar bernama Sarasa. Sarasa ini diperintahkan untuk menghentikan Hanuman. Sarasa ini mengambil bentuk sesosok raksasa wanita. Ia datang ke sana dan membuka mulutnya. Hanuman sedang melayang dan raksasi itu tumbuh ke atas, mulutnya terbuka seperti gua besar. Hanuman berkata, “Tolong pergi dari sini. Aku dalam misi Tuhan.” Tidak, tidak, tidak” raksasi itu berkata. “Brahma telah memberikanku karunia bahwa kecuali seserorang dapat pergi ke dalam mulutku, ia tak akan dapat lewat.” Hanuman berkata, “Ah, tetapi mulut ini terlalu kecil bagiku, “ Dan Hanuman menjadi semakin besar. Dan raksasi itu juga menjadi semakin besar, membuat mulutnya menjadi lebih besar, lalu Hanuman juga bertambah besar. Raksasi itu juga bertambah besar. Mereka tumbuh besar, besar dan mulut raksasi itu menjadi setengah ukuran alam semesta ini. Pada saat itu Hanuman tiba-tiba menjadi kecil, dan ia masuk ke dalam mulut dan keluar. Kemudian Hanuman berkata, “Lihatlah, aku telah mengalahkanmu. Aku telah memasuki mulutmu dan keluar lagi. Sekarang tolong berkati aku.” Jadi raksasi itu memberikan karunia kepadanya, lalu Hanuman pergi. Raksasi lainnya lagi datang dan berkata, “ia tidak menelanmu tetapi  sekarang aku harus menelanmu.” Raksasi itu juga melakukan hal yang sama. Hanuman juga meminta hal yang sama, “Tolong buka mulutmu agak sedikit lebar jadi kau dapat memakanku dengan nyaman.” Ia membuka mulutnya lebih lebar lagi, dan Hanuman menjadi kecil. Meskipun ia menjadi kecil, kekuatannya tetap sama. Ia masuk ke dalam mulut, dan memukul belakang mulut raksasi itu. Dengan pukulan itu, darah keluar dan ia mati. Kemudian Hanuman mendapatkan karunianya juga, di saat raksasi itu mati. Raksasi itu adalah seorang Gandharvika yang sebelumnya telah dikutuk menjadi seorang raksasa wanita. Ia berkata, “Sekarang aku telah dibunuh oleh Hanuman, aku akan mendapatkan pembebasan.” Jadi ia memberkati Hanuman. Wanita itu berkata, “Ada seorang lagi yang harus kau bunuh, di gerbang, pintu masuk.” Hanuman mendarat di Sri Lanka. Dia melihat Lanka, kota yang indah. Ia merasa sangat buruk. “Mengapa seorang raksasa memiliki kota yang indah seperti ini?” Dia merencanakan sesuatu dipikirannya, “sebelum aku pergi dari sini, aku akan menghancurkan kota ini, dengan cara apapun.” Dia datang dan Lankani sedang duduk di sana, seorang raksasi hebat dengan sebuah trisula. Kemudian Hanuman menjadi seekor kera kecil, sangat kecil, dan ia berlari masuk ke dalam pintu gerbang. Raksasi itu sedang duduk di sana dan berkata, “Tunggu! Kau tidak boleh masuk.” Hanuman berkata, “Ia sangat cerdas,” “Aku kera yang sangat kecil dan ia melihatku.” Hanuman memanjat tangannya dan naik ke pundaknya. Hanuman melihat raksasi itu dan berkata, “Aku hanyalah seekor kera kecil tolong biarkan aku masuk. Aku ingin memakan beberapa buah-buahan.” “Buah?” Raksasi itu bertanya. “Buah apa yang akan kau makan?” Hanuman berkata, “Aku dengar di sana ada mangga yang bagus, dan Ravana menyimpannya hanya untuk dirinya sendiri.” Raksasi itu berkata, “Aku akan mendapatkan untukmu mangga di luar gerbang ini. Ada begitu banyak taman di sini. Mengapa kau ingin masuk ke dalam untuk mencari makanan?” Hanuman berkata, “Jangan membuang waktuku. Kau sebaiknya biarkan aku masuk.” Raksasi itu terkejut. “Apa ? Kau sedang duduk di pundakku. Tidakkah kau tahu siapa aku? Aku Lankani.” Hanuman berkata, “Kau adalah Lankani? Aku akan menghajarmu.” Raksasa itu tertawa. “Kau akan menghajarku? Kau bahkan tidak dapat menggapai pipiku.” “Tolong bawa aku ke pipimu,” Hanuman berkata. Raksasi itu membawa Hanuman dan meletakkannya di sebelah pipinya. Hanuman menghajarnya dan raksasi itu jatuh dengan darah keluar dari dalam mulutnya. Hanuman sangat kecil, tetapi kekuatannya sama seperti ketika ia berada dalam ukuran normal. Kemudian Hanuman masuk ke dalam kota itu.....(bersambung)

Sumber: Lecture by HG Atma-tattva dasa selama Gaura purnima di Sridham Mayapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar